Aliffia Adani (1901511043)
Dr I. G. A. A Mas Triadnyani, S. S., M. Hum.
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Udayana.
PENDAHULUAN
Puisi
merupakan suatu karya yang terbentuk atas susunan kata penuh makna yang ingin
disampaikan oleh pengarangnya. Puisi memiliki unsur-unsur yang terikat, seperti
irama, mantra, rima, baris, dan bait. Menurut Auden (1978:3), puisi lebih
mengarah pada pernyataan perasaan yang bercampur-baur, yang ungkapannya memperhitungkan aspek-aspek bunyi yang emosional, dan intelektual sang penyair,
serta pengalaman imajinatif yang terkadang dialami sendiri oleh sang penyair.
Pada
kesempatan kali ini, penulis ingin mengupas tuntas mengenai puisi modern
bertema Covid-19. Puisi modern merupakan bentuk puisi yang aturan jumlah
barisnya tidak lagi terikat oleh rima atau ikatan lainnnya. Biasanya, puisi
modern berisikan unsur humanism universal dan sudah terbuka untuk menerima pengaruh
dari segala penjuru dunia. Berdasarkan kondisi saat ini dimana dunia sedang
menghadapi pandemi besar Covid-19, muncul trend baru yaitu puisi
yang bertemakan Covid-19 atau puisi-puisi yang menggambarkan keadaan manusia
pada saat pandemi seperti saat ini. Puisi-puisi tersebut menceritakan tentang
situasi saat pandemi dan keadaan manusia saat mereka diwajibkan untuk tetap
berada di rumah hingga situasi bisa kembali normal.
ANALISIS PUISI MODERN BERTEMA COVID-19
CORONA VIRUS
Jusuf Kalla
Semua bermula dari Wuhan
Menyebar kemana-mana tanpa pemberitahuan
Melampaui batas Negara dan Jabatan
Memapar segala Bangsa tanpa ampun
Di Korea menyebar dari tempat Peribadatan
Melanda Qom, tempat suci Syiah di Iran
Di Italia merebak di Kota mode Milan
Di Negeri ini diawali di tempat Hiburan
Hari-hari ini penuh dengan kekhawatiran
Di mana doa terbaik sudah dipanjatkan
Bekerja, belajar, dan ibadah sudah
dirumahkan
Menunggu nasib baik penuh harapan
Ya Tuhan, berilah kepada para ahli,
kemampuan
Untuk menemukan yang dicari, obat dan
vaksin
Sebagaimana janji-Mu, bahwa semua penyakit
ada obatnya
Agar kami dapat beribadah lagi di Masjid
dengan gembira
Kepada Bangsa, bersatu dengan penuh
semangat
Semua dapat membantu sesuai kemampuan
Bagi yang Ahli membantu yang sakit
Bagi yang mampu membantu yang rentan
Kepada para Dokter dan Perawat, terima
kasih atas ketulusan
Dan atas upaya yang penuh risiko dan
pengorbanan
Kepada para Relawan, terima kasih atas
pengabdian
Akhirnya kepada Allah jualah kami memohon
Jakarta, 28 Maret 2020
******
Puisi
karya Jusuf Kalla di atas yang mengangkat tema pandemi, menggambarkan kondisi
awal bagaimana virus Covid-19 bisa menyebar hingga ke seluruh penjuru dunia,
dengan sebab yang berbeda-beda. Imaji atau suasana yang berusaha disampaikan
oleh pengarang adalah suasana haru penuh harapan dan doa demi keselamatan dunia
beserta isinya.
Hari-hari ini penuh dengan kekhawatiran
Di mana doa terbaik sudah dipanjatkan
(bait ketiga, baris kedua dan ketiga)
Rona Corona
Merana
Farhan Zuhri
Baihaqi
Raganya melemah
Suara batuk kering
Suhu tubuh tinggi dan
Nafasnya terbata – bata
Rona wajah mulai meredup
Pandangan mulai kabur
Kedua mata memerah
Mulut pun berkata tanpa suara
Duhai makhluk Tuhan
Yang dinamai Corona
Kau datang tak di undang
Dan kepergianmu dirindukan
Sungguh Merana
Puluhan ribu nyawa
Telah hilang sia – sia
Sungguh Merana
Jutaan manusia
Hilang mata pencahariannya
Sungguh Merana
Abdi negara
Berjuang bertaruh nyawa.
Corona,
Pergilah dengan segera!!!
Sudahi luka dan air mata
Bagi ummat manusia…
Sabang, 5 April 2020
******
Sedikit
berbeda dengan puisi Jusuf Kalla sebelumnya, puisi karya Az-Zuhri lebih
menggambarkan kondisi pasien virus Covid-19 yang tersiksa hingga seluruh
tubuhnya. Kesan pedih dan menyakitkan berusaha disampaikan melalui gambaran
kerasanya perjuangan melawan virus Covid-19 tersebut.
Penggunaan
kata atau diksi yang dipakai oleh pengarang pada kedua puisi di atas adalah
kata-kata formal yang menggambarkan kesan serius, karena pengarang berusaha
menyampaikan suasana hati yang tenang, tersakiti namun pantang menyerah dan berisikan
harapan seorang manusia.
Rima
yang digunakan pada puisi Corona Virus terlihat beragam karena memiliki
suku akhir yang tidak tetap. Misalnya, pada bait kedua menggunakan rima
tertutup karena memiliki suku akhir dengan vokal yang diikuti konsonan tetap,
….. peribadatan ( an )
….. Iran ( an )
Namun, apabila dilihat dari keseluruhan isi
puisi tersebut menggunakan rima tak sempurna karena hanya sebagian dari bait
yang memiliki suku akhir yang sama.
Sedangkan
untuk rima pada keseluruhan isi puisi Rona Corona Merana, pengarang
menggunakan rima tak sempurna karena suku akhir yang dipakai hanya sebagian
yang sama.
Sungguh Merana (a)
Abdi negara (a)
Berjuang bertaruh nyawa. (a)
Rona
wajah mulai meredup (u-p)
Pandangan mulai kabur (u-r)
Kedua mata memerah (a-h)
Jenis
tipografi yang digunakan pada kedua puisi diatas adalah tipografi yang biasa
digunakan pada puisi pada umumnya, yaitu menggunakan huruf besar dan kecil
kemudian tetap menggunakan tanda baca lengkap. Penggunaan huruf besar pada
puisi di atas salah satunya adalah untuk merujuk pada penyebutan Tuhan dan nama
geografi sebuah tempat.
…. Wuhan (bait pertama)
Ya Tuhan, ….. (bait keempat)
Apabila dilihat pada bait terakhir pada
puisi Rona Corona Merana, pengarang menggunakan tanda baca seru (!)
untuk memberikan kesan semangat dan tegas.
Corona,
Pergilah dengan segera!!!
Namun kemudian, pengarang menyisipkan tanda
baca titik (.) untuk mengembalikan kesan puisi yang tenang.
Sudahi luka dan air mata
Bagi ummat manusia…
Amanat yang bisa diambil dari puisi di atas
adalah tiada tempat selain kepada Tuhan untuk kita memohon keselamatan dunia
beserta isinya, serta tetaplah mengasihi sebagai sesama mahkluk Tuhan sebagai
bentuk rasa syukur kita.
PENUTUP
Kiasan yang digunakan oleh kedua pengarang
di atas menunjukan bahwa besar harapan pada keduanya untuk dunia kembali normal
seperti dulu. Citra yang digambarkan berupa gambaran nyata, serta dapat dirasa
oleh indra dengan sangat jelas. Permainan kata yang tidak terlalu banyak dan
rumit membuat puisi tersebut lebih mudah diterima maksud dan tujuannya.